Rabu, 29 Agustus 2018

Tentang Desember III


TENTANG DESEMBER 3

Pagi hari yang cerah di PAUD Amanah

“Aliyanah” panggil seseorang di sebelahku.

“Dewi” ucapku kaget.  

 “Aliyanah maafin aku”ucap Dewi langsung memelukku. Tak lama aku mendengar suara isak tangis Dewi yang terasa memilukan hati. Ini adalah pertemuan pertamaku dengan Dewi sejak dia memutuskan untuk merebut Ali dari tanganku beberapa tahun yang lalu. 

Berkali-kali dia mengucapkan kata maaf untukku, tapi aku hanya diam. Rasa kecewa yang aku rasakan dulu untuknya memang masih membekas di hatiku hingga saat ini. Rasa kecewa akan penghianatannya bersama Ali mantanku.

Terbayang kembali bagaimana terpuruknya aku dulu saat kesalahan Dewi dan Ali terbongkar. Namun bayangan Argan dan kedua anak kembarku berhasil menyadarkanku untuk kembali kemasa sekarang.

“Ikhlaskan Aliyanah, Kamu sudah bahagia dengan Argan dan anak kembarmu saat ini” ucap suara lain di otakku.

Aku lepaskan pelukan Dewi dari tubuhku. Wajahnya terlihat berantakan karena air mata. Aku ambil tisu di tas kecilku dan aku berikan kepadanya.

Dari situ aku tahu kalau Dewi tidak menikah dengan Ali. Dewi memutuskan untuk meninggalkan Ali saat masa pacaran mereka memasuki bulan kedua. Rasa bersalah yang Dewi rasakan kepadaku terus memberatkan langkahnya untuk tetap berpacaran dengan Ali saat itu.

“Sudah Wi jangan nangis lagi, itu udah jadi bagian  masa lalu aku” jawabku tersenyum.

“Assalamualaikum Bunda” ucap Rahma dan Rahmi menghentikan curhatan Dewi.

 “Walaikumsalam sayangnya bunda” ucapku memeluk kedua anak kembarku setelah mereka selesai mencium tanganku.

“Bunda itu ayah, ayo bunda kita pulang” ucap Rahmi menarik tanganku, saat melihat Argan sudah menunggu kami di depan.

“Iya bunda ayo pulang, kan habis ini kita mau kerumah eyang” lanjut Rahma semangat.

“Udah sana Al, time is money right?” ucap Dewi mendorong tubuhku pelan.

“Sampai ketemu Wi” ucapku tersenyum. Dewi memelukku  kembali.

“Selamat untuk hidup barumu Al, semoga kebahagiaan selalu menyertai hidupmu dan keluargamu” doa Dewi tulus.

“Aamiin” ucapku pelan.

“Sekali lagi tolong maafin aku AL” ucap Dewi sedih, aku mengusap punggungnya.

“Udah Wi jangan sedih lagi, Allah pasti udah nyiapin jalan terbaik untuk hidup kamu saat ini, sabar ya” nasihatku panjang yang di aminin Dewi.

“Mama” seorang anak perempuan berambut pendek menghampiri kami.

“Assalamualaikum Erin” sapa si kembar bersamaan.

“Walaikumsalam Rahma. Rahmi” jawab Anak itu tersenyum lebar.

“Ya udah aku duluan ya Wi, salam buat suamimu” ucapku, tapi Dewi malah meneteskan air mata kembali.  

“Maaf Wi aku salah ngomong ya?” tanyaku panik. Dewi menggeleng buru-buru menghapus air matanya sebelum Erin anaknya melihat. 

“Suamiku sudah di rebut temenku Al” jawab Dewi pelan, berhasil membuatku terperanjat kaget. Aku terdiam, bingung mau menjawab apa.

 “Mungkin ini balasan dari perbuatan burukku ke kamu dulu Al” lanjut Dewi tersenyum getir.

Astagfiraoulohaldzim Wi, jangan ngomong gitu” protesku kaget.

“Aku salah Al, aku udah jahat sama kamu dulu” sesal Dewi dalam. Aku memeluknya.

“Wi jujur aku memang kecewa banget sama kamu, tapi aku gak pernah mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi sama kamu ataupun Ali” lanjutku menghela nafas sejenak.

“Iya Aliyanah, aku tau kok, kamu itu bukan tipe orang yang kayak gitu” jawab Dewi memegang lenganku.

“Bunda belum selesai ya ngobrolnya?” tanya Rahmi polos.

“Udah Al, kasian si kembar sama suamimu” Dewi yang menjawab.

Kedua tanganku di tarik pelan oleh anak kembarku  Aku pun bergegas pergi dari tempat itu.. 

“Dada mama Erin” ucap si kembar melambaikan tangannya kearah Dewi dan Erin. Lambaian tangan mereka berdua mengiringi  kepergianku dan anak kembarku dari tempat itu.


Karma itu ada dan berlaku selamanya....
Satu pepatah bijak yang aku yakini kebenarannya hingga saat ini..

Denpasar, 28 Agustus 2018
Pukul 13.30 Wita 
Akhir kisah Tentang Desember. 


Simak Cerita sebelumnya Tentang Desember II di https://alviksyani.blogspot.com/2018/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AKHIR DARI PERJUANGAN

  Mungkin sudah waktunya untuk mundur dan menyerah..  Ketulusan sudah di sia - sia kan dan rasa sabar sudah mulai habis terkikis oleh rasa s...