TENTANG DESEMBER 4
Di
sebuah Toko Furniture Di Pusat Kota :
“Dewi” ucap Aliyanah saat melihat seorang wanita berhijab
putih tengah sibuk memilih-milih furniture di Toko itu.
“Aliyanah,
apa kabar?” jawab Dewi langsung memeluk Aliyanah.
“Alkhamdulillah baik,
kamu gimana?” tanya Aliyanah balik.
“Alkhamdulilah baik juga,
si kembar mana AL?” tanya Dewi saat melihat Aliyanah hanya berdua dengan
suaminya.
“Lagi diajak liburan sama
kakek and neneknya Wi, kamu datang sama siapa?” tanya Aliyana saat melihat Dewi sendirian.
“Sayang ini bagus” ucap
seorang laki-laki berkemeja biru menjawab pertanyaan Aliyanah sebelum Dewi buka
suara.
“Kenalin Al, ini calon
suami aku Revo” ucap Dewi memperkenalkan laki-laki itu. Setelah berkenalan Revo
memanggil seseorang pramuniaga yang kebetulan lewat di tempat itu.
“Al” ucap Dewi kaget,
reflek memegang lengan Aliyanah. Begitu juga dengan Aliyanah. Mata kedua wanita itu tertuju kearah seorang
pramuniaga yang melangkah mendekati mereka. Argan yang menyadari kekagetan
mereka langsung merangkul Aliyanah.
“Ada yang bisa saya
bantu?” tanya pramuniaga itu.
Aliyanah melihat ada
sorot mata bersalah dan terluka di mata Ali yang berusaha bersikap biasa saja
dengan memusatkan perhatiannya kearah Revo yang menanyakan sofa berwarna biru
muda di depannya.
“Sayang, aku rasa sofa
ini bagus di taruh di ruang tamu rumah kita deh. kan cat ruang tamu kita warna biru muda juga” ucap Revo
santai, seolah tidak menyadari ada gemuruh di hati Dewi dan juga Aliyana karena kehadiran Ali itu.
“Iya sayang cocok kok,
ambil itu aja” ucap Dewi berusaha bersikap biasa.
“Oke mas saya ambil ini
ya” ucap Revo.
“Silahkan ikut saya, biar
saya data alamat Anda” ucap Revo memberi jalan kepada mereka.
“Sayang kamu aja yang
kesana ya, aku mau lihat bareng yang lain dulu” tolak Dewi halus.
“Sebentar Vo” cegah Argan
menghentikan langkah Revo.
“Kenapa Argan?” tanya
Revo heran.
“Bareng aku aja Vo aku
juga mau order kitchen set untuk rumah aku. Bunda disini dulu bareng Dewi ya”
ucap Argan, sengaja memberi waktu kepada dua wanita itu untuk curhat.
“Bunda udah oke kan sama
kitchen set yang kita pilih tadi?” tanya Argan memandang Aliyanah.
“Iya Yah” jawab Aliyanah
pelan. Kedua laki laki itu pun mengikuti
langkah Ali ke bagian pendataan.
“Fuih.. ngagetin banget sih Ali itu Al” protes
Dewi menghela nafas lega.
“Ternyata dia jadi kerja
disini” ucap Aliyanah antara sadar dan tidak.
“Maksud kamu apa AL?”
tanya Dewi heran.
“Dulu Ali pernah bilang
pingin kerja kayak gini Wi” ucap Aliyanah teringat ucapan Ali beberapa tahun
yang lalu.
“O..gitu, kamu baik-baik aja kan Al?” tanya
Dewi pelan. Perasaan bersalah di hati Dewi karena ulah jahatnya kepada Aliyanah
dulu mengenai Ali hadir kembali.
“Iya Wi, aku baik –baik aja,
kamu tenang aja, jangan ngerasa bersalah
lagi” jawab Aliyanah seolah mengerti apa yang dirasakan Dewi. Dewi tersenyum
kecut.
“Ya udah sana yuk” ucap
Dewi menarik tangan Aliyanah kearah ruang pendataan.
“Ali itu bukannya Siska
tunangamu?” ucap seorang pria kepada Ali yang baru saja keluar dari ruang
pendataan.
Jelas saja ucapan laki-laki itu membuat empat pasang mata yang
berada di tempat itu menoleh kearah parkiran. Disana terlihat seorang wanita
tengah berada di dalam rangkulan seorang pria berkemeja hitam. Wanita itu tersipu
malu saat pipinya di kecup oleh pria disampingnya. Dengan cepat Ali mengalihkan
pandangannya kearah Aliyanah dan Dewi, ekpresi malu bercampur marah telihat di
wajahnya.
“Hai Ali, kamu lagi di rolling disini ya?” tanya pria yang
datang bersama Siska ramah, menepuk lengan Ali pelan. Aliyana melihat tubuh Ali
bergetar menahan emosi. Andai ini bukan di tempat kerja nya mungkin Ali sudah
mengamuk.
“Oya Li, kenalin ini
calon istriku Siska, cewek yang udah satu tahun setia nunggu aku balik dari Amerika.minggu depan kami nikah. Besok aku ke rumahmu ya
nganter undangan, besok kamu ada di rumah kan?” tanya laki-laki itu lagi. Ali
mengangguk buru-buru keluar dari tempat itu.
Aliyanah dan Dewi melihat
epresi datar di wajah Siska, seolah tidak ada rasa bersalah akibat kejadian ini.
Namun mereka berdua memilih jadi penonton saja tanpa mau berkomentar apa-apa.
“Ayo kita pergi Wi” ucap Aliyanah
menarik tangan Dewi menuju Arga dan Revo yang hendak keluar ruangan pendataan. Dari
ekor matanya Aliyanah melihat Ali berjalan cepat kearah belakang Toko.
“Sayang bentar ya aku mau
ke toilet dulu, Al anterin aku ya” pinta Dewi yang diiyakan Aliyanah.
“Kamu mau ngepoin Ali ya
Wi?” tanya Aliyanah seolah tahu apa yang ada di fikiran Dewi. Ucapan Aliyanah itu
di jawab cengiran Dewi.
Dari dekat kamar mandi
mereka melihat Ali tengah duduk, kepalanya bersandar kedinding di sampingnya. Di
depan Ali berdiri laki-laki yang tadi mereka temui di depan ruang pendataan.
“Sabar ya Li, mungkin dia
bukan jodoh yang terbaik buat kamu” ucap laki-laki itu.
“Kenapa dia tega Don? Padahal kami udah tunangan tahun depan kami nikah” jawab Ali bingung. Ekpresi wajahnya kacau.
Sekacau rambutnya yang berkali-kali di acak kasar tangannya.
“Sudah Li, kamu pulang
saja biar aku yang nerusin kerjaan kamu. Biar nanti aku bilang sama pak Bagus
kamu sakit” ucap laki-laki yang dipanggil Ali Don.
“Thanks Don” ucap Ali
beranjak bangun menuju ruangan yang berisi barang-barang karyawan di toko itu.
“Aliya, Dewi” ucap Ali
kaget saat melihat Dewi dan Aliyanah keluar dari toilet wanita.
“Ayo kita pergi Al” ucap
Dewi cepat menarik tangan Aliyah, tapi Ali mencegahnya.
“Lepas Li” ucap Aliyanah
tegas.
“Maaf” ucap Ali pelan. “Mungkin
ini balasan untuk sikap jahatku ke kamu dulu Al” lanjut Ali lemah. Helaan nafas
Ali terasa berat. Aliyanah diam tak menjawab. Fikirannya bingung, hatinya
kacau. Antara iba sekaligus lega karena Allah telah membalas sakit hatinya
kepada Ali.
“Karma itu ada dan berlaku selamanya Ali” ucap Aliyanah singkat namun
berhasil membuat mata Ali berkaca-kaca. Hati
Ali terasa ditusuk belati super tajam yang tepat menghujam jantungnya, menghentikan
aliran nafas di dadanya.
“Terima aja karmamu ini ya
Li, aku juga udah ngalamin karma itu. Sekarang giliran kamu. Dan Asal kamu tahu
ya Ali, Saat karma itu datang ke hidupku aku jadi tahu bagaimana rasanya kehilangan
orang yang benar-benar kita sayang dengan sepenuh hati kita” lanjut Dewi
panjang lebar. Makin menambah tebal selaput air mata yang ada di retina Ali
yang coklat.
Hari itu Aliyanah dan Dewi
melihat Ali yang hancur. Walau ada rasa lega di hati Aliyanah, tapi Aliya tetap
berharap Ali kuat menghadapi cobaan yang ada di hidupnya ini. Hari itu ditutup
dengan hati Ali yang makin terasa hancur saat mendapati kenyataan dua wanita
yang pernah ada di hidupnya saat ini telah bahagia dengan pasangan mereka
masing –masing.
“Ampuni aku Ya Allah”
ucap Ali pelan.
Pandangannya menengadah
ke angkasa dengan langit biru yang luas bercampur awan putih di atasnya. Dua titik
air mata berhasil menembus kedua matanya. Ali hancur diatas tawa bahagia Aliyanah
dan Dewi beserta keluarga kecil mereka masing-masing.
Denpasar, 16 Oktober 2018
Pukul 16.40 Wita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar