Selasa, 16 Oktober 2018

TENTANG DESEMBER IV


TENTANG DESEMBER 4

Di sebuah Toko Furniture Di Pusat Kota :

 “Dewi” ucap Aliyanah saat melihat seorang wanita berhijab putih tengah sibuk memilih-milih furniture di Toko itu.

“Aliyanah, apa kabar?” jawab Dewi langsung memeluk Aliyanah.

“Alkhamdulillah baik, kamu gimana?” tanya Aliyanah balik.

“Alkhamdulilah baik juga, si kembar mana AL?” tanya Dewi saat melihat Aliyanah hanya berdua dengan suaminya.

“Lagi diajak liburan sama kakek and neneknya Wi, kamu datang sama siapa?” tanya Aliyana saat  melihat Dewi sendirian.

“Sayang ini bagus” ucap seorang laki-laki berkemeja biru menjawab pertanyaan Aliyanah sebelum Dewi buka suara.

“Kenalin Al, ini calon suami aku Revo” ucap Dewi memperkenalkan laki-laki itu. Setelah berkenalan Revo memanggil seseorang pramuniaga yang kebetulan lewat di tempat itu.

“Al” ucap Dewi kaget, reflek memegang lengan Aliyanah. Begitu juga dengan Aliyanah. Mata  kedua wanita itu tertuju kearah seorang pramuniaga yang melangkah mendekati mereka. Argan yang menyadari kekagetan mereka langsung merangkul Aliyanah.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanya pramuniaga itu. 

Aliyanah melihat ada sorot mata bersalah dan terluka di mata Ali yang berusaha bersikap biasa saja dengan memusatkan perhatiannya kearah Revo yang menanyakan sofa berwarna biru muda di depannya.

“Sayang, aku rasa sofa ini bagus di taruh di ruang tamu rumah kita deh. kan cat ruang  tamu kita warna biru muda juga” ucap Revo santai, seolah tidak menyadari ada gemuruh di hati Dewi dan juga Aliyana  karena kehadiran Ali itu.

“Iya sayang cocok kok, ambil itu aja” ucap Dewi berusaha bersikap biasa.

“Oke mas saya ambil ini ya” ucap Revo.

“Silahkan ikut saya, biar saya data alamat Anda” ucap Revo memberi jalan kepada mereka.

“Sayang kamu aja yang kesana ya, aku mau lihat bareng yang lain dulu” tolak Dewi halus.

“Sebentar Vo” cegah Argan menghentikan langkah Revo.

“Kenapa Argan?” tanya Revo heran.

“Bareng aku aja Vo aku juga mau order kitchen set untuk rumah aku. Bunda disini dulu bareng Dewi ya” ucap Argan, sengaja memberi waktu kepada dua wanita itu untuk curhat.

“Bunda udah oke kan sama kitchen set yang kita pilih tadi?” tanya Argan memandang Aliyanah.

“Iya Yah” jawab Aliyanah pelan. Kedua laki laki itu pun  mengikuti langkah Ali ke bagian pendataan.

 “Fuih.. ngagetin banget sih Ali itu Al” protes Dewi menghela nafas lega.

“Ternyata dia jadi kerja disini” ucap Aliyanah antara sadar dan tidak.

“Maksud kamu apa AL?” tanya Dewi heran.

“Dulu Ali pernah bilang pingin kerja kayak gini Wi” ucap Aliyanah teringat ucapan Ali beberapa tahun yang lalu.

 “O..gitu, kamu baik-baik aja kan Al?” tanya Dewi pelan. Perasaan bersalah di hati Dewi karena ulah jahatnya kepada Aliyanah dulu mengenai Ali hadir kembali.

“Iya Wi, aku baik –baik aja, kamu tenang aja,  jangan ngerasa bersalah lagi” jawab Aliyanah seolah mengerti apa yang dirasakan Dewi. Dewi tersenyum kecut. 

“Ya udah sana yuk” ucap Dewi menarik tangan Aliyanah kearah ruang pendataan.

“Ali itu bukannya Siska tunangamu?” ucap seorang pria kepada Ali yang baru saja keluar dari ruang pendataan. 

Jelas saja ucapan laki-laki itu membuat empat pasang mata yang berada di tempat itu menoleh kearah parkiran. Disana terlihat seorang wanita tengah berada di dalam rangkulan seorang pria berkemeja hitam. Wanita itu tersipu malu saat pipinya di kecup oleh pria disampingnya. Dengan cepat Ali mengalihkan pandangannya kearah Aliyanah dan Dewi, ekpresi malu bercampur marah telihat di wajahnya.

“Hai Ali, kamu lagi di rolling disini ya?” tanya pria yang datang bersama Siska ramah, menepuk lengan Ali pelan. Aliyana melihat tubuh Ali bergetar menahan emosi. Andai ini bukan di tempat kerja nya mungkin Ali sudah mengamuk.

“Oya Li, kenalin ini calon istriku Siska, cewek yang udah satu tahun setia nunggu aku balik dari Amerika.minggu depan kami nikah. Besok aku ke rumahmu ya nganter undangan, besok kamu ada di rumah kan?” tanya laki-laki itu lagi. Ali mengangguk buru-buru keluar dari tempat itu.

Aliyanah dan Dewi melihat epresi datar di wajah Siska, seolah tidak ada rasa bersalah akibat kejadian ini. Namun mereka berdua memilih jadi penonton saja tanpa mau berkomentar apa-apa.

“Ayo kita pergi Wi” ucap Aliyanah menarik tangan Dewi menuju Arga dan Revo yang hendak keluar ruangan pendataan. Dari ekor matanya Aliyanah melihat Ali berjalan cepat kearah belakang Toko.

“Sayang bentar ya aku mau ke toilet dulu, Al anterin aku ya” pinta Dewi yang diiyakan Aliyanah.

“Kamu mau ngepoin Ali ya Wi?” tanya Aliyanah seolah tahu apa yang ada di fikiran Dewi. Ucapan Aliyanah itu di jawab cengiran Dewi.

Dari dekat kamar mandi mereka melihat Ali tengah duduk, kepalanya bersandar kedinding di sampingnya. Di depan Ali berdiri laki-laki yang tadi mereka temui di depan ruang pendataan.

“Sabar ya Li, mungkin dia bukan jodoh yang terbaik buat kamu” ucap laki-laki itu.

“Kenapa dia tega Don? Padahal kami udah tunangan tahun depan kami nikah” jawab Ali bingung. Ekpresi wajahnya kacau. Sekacau rambutnya yang berkali-kali di acak kasar tangannya.

“Sudah Li, kamu pulang saja biar aku yang nerusin kerjaan kamu. Biar nanti aku bilang sama pak Bagus kamu sakit” ucap laki-laki yang dipanggil Ali Don.

“Thanks Don” ucap Ali beranjak bangun menuju ruangan yang berisi barang-barang karyawan di toko itu.

“Aliya, Dewi” ucap Ali kaget saat melihat Dewi dan Aliyanah keluar dari toilet wanita.

“Ayo kita pergi Al” ucap Dewi cepat menarik tangan Aliyah, tapi Ali mencegahnya.

“Lepas Li” ucap Aliyanah tegas.

“Maaf” ucap Ali pelan. “Mungkin ini balasan untuk sikap jahatku ke kamu dulu Al” lanjut Ali lemah. Helaan nafas Ali terasa berat. Aliyanah diam tak menjawab. Fikirannya bingung, hatinya kacau. Antara iba sekaligus lega karena Allah telah membalas sakit hatinya kepada Ali.

“Karma itu ada dan berlaku selamanya Ali” ucap Aliyanah singkat namun berhasil membuat mata Ali berkaca-kaca.  Hati Ali terasa ditusuk belati super tajam yang tepat menghujam jantungnya, menghentikan aliran nafas di dadanya.

“Terima aja karmamu ini ya Li, aku juga udah ngalamin karma itu. Sekarang giliran kamu. Dan Asal kamu tahu ya Ali, Saat karma itu datang ke hidupku aku jadi tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang benar-benar kita sayang dengan sepenuh hati kita” lanjut Dewi panjang lebar. Makin menambah tebal selaput air mata yang ada di retina Ali yang coklat.

Hari itu Aliyanah dan Dewi melihat Ali yang hancur. Walau ada rasa lega di hati Aliyanah, tapi Aliya tetap berharap Ali kuat menghadapi cobaan yang ada di hidupnya ini. Hari itu ditutup dengan hati Ali yang makin terasa hancur saat mendapati kenyataan dua wanita yang pernah ada di hidupnya saat ini telah bahagia dengan pasangan mereka masing –masing.

“Ampuni aku Ya Allah” ucap Ali pelan.

Pandangannya menengadah ke angkasa dengan langit biru yang luas bercampur awan putih di atasnya. Dua titik air mata berhasil menembus kedua matanya. Ali hancur diatas tawa bahagia Aliyanah dan Dewi beserta keluarga kecil mereka masing-masing.

Denpasar, 16 Oktober 2018
Pukul 16.40 Wita.
Karyaku untuk melengkapi seri Tentang Desemberku. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AKHIR DARI PERJUANGAN

  Mungkin sudah waktunya untuk mundur dan menyerah..  Ketulusan sudah di sia - sia kan dan rasa sabar sudah mulai habis terkikis oleh rasa s...