Langit jingga yang
indah menghiasai langit angkasa sore itu. Sepasang pemuda dan pemudi tengah
duduk dilapangan terbuka dengan sepasang sepeda gayung disebelahnya. Mereka
tengah beristirahat setelah lelah bersepeda mengelilingi komplek perumahan yang
mereka tempati. Sang pemuda bernama Muhammad Zakariah dan sang pemudi bernama
Fatimah Desy Almaira. Mereka ada sepasang sahabat yang sudah berteman sejak
mereka kecil.
“Aza
kamu tahu gak belahan jiwa adalah tulang rusuk kita yang terikat dengan benang
merah sejak kita lahir yang ditunjuk dengan jalan jalan berbeda oleh Allah. Ada
yang jalannya lurus - lurus aja ada juga yang penuh liku yang pastinya membawa
makna tersendiri buat sepasang sejoli yang sudah ditakdirkan Allah untuk
bersatu suatu hari nanti.” Ujar Desi panjang lebar.
“Iya
tahu Desya, tapi kenapa tiba-tiba ngomong gitu?” Tanya Zakariah heran.
“Sayang
banget aku gak bisa nemuin belahan jiwaku sendiri ya Za, kan kamu tahu sendiri
gimana tradisi dikeluargaku.” Jawab Desy sedih. Zakariah terdiam mengingat
tradisi yang berkembang di keluarga besar Desy. Sebenarnya Zakariah tahu siapa
calon yang sudah orang tua Desi siapkan untuk menjadi pendamping Desi suatu
hari nanti namun Zakariah memilih untuk menyimpan rahasia itu hingga tiba waktunya
Desi tahu.
Zakariah
merangkul Desi, “Siapapun jodoh kamu nanti aku yakin Allah udah nyiapin yang
terbaik buat kamu.” Desi memandang Zakariah antara penasaran sekaligus pasrah
akan nasib asmaranya.
“Ya
udah Des pulang yuk udah mau magrib entar dicari keluarga lagi.” Ucap Zakariah
mulai menaiki sepedanya Desi mengikuti.
Sesampainya
dirumah setelah mereka berpisah Zakariah menemukan mobil saudaranya terparkir
digarasi rumahnya. Perlahan Zakaria masuk dan benar dugaannya kalau keluarganya
dan keluarga Yusuf sedang berkumpul diruang tamu.
***
“Hai
Zak, habis sepedaan ya?” sapa ibunda Yusuf memeluknya.
“Iya
tan, udah lama disini tan?” Tanya Zakariah mencium tangan orang tua Yusuf.
“Lumayan,
kata ibumu kami datang lima menit setelah kamu berangkat sepedaan sama Desy,
gimana kabar calon menantu tante, sehat kan? Tanya Ibunda Yusuf.
“Alhamdulillah
baik tan,Yusuf mana tan?” Tanya Zakariah. Belum sempat ibunda Yusuf menjawab
Yusuf sudah datang dan bergabung bersama mereka.
“Hai
bro, apa kabar?” sapa Yusuf menjabat tangan Zakariah dan memeluknya.
“Allhamdulillah,
baik, kamu gimana?” Tanya Zakariah balik.
“Alhamdulillah
baik juga, kangen nih sama Desy, habis magrib kami semua mau makan malam bareng
sekalian ngomongin soal perjodohan, gak terasa akhinya Desy bakalan tahu kalau
kami dijodohin.” Ujar Yusuf tersenyum bahagia.
Zakariah
tahu kalau saudaranya itu memang mencintai Desy sehingga Yusuf tidak menolak
saat orang tuanya akan menjodohkannya dengan Desy. Terlihat sekali raut wajah
rindu diwajah Yusuf.
“Makasih
ya Zak udah mau jaga and nemenin Desy selama aku kuliah diluar kota.” Lanjut Yusuf
bahagia. Zakariah mengangguk dan pamit
untuk mandi. Ada rasa sedih yang menghampiri hati Zakariah karena menyayangi
Desy melebihi sahabat namun Zakariah harus memendam rasa itu dalam-dalam dihatinya
karena perjodohan yang menimpa Desy dan Yusuf.
***
“Aza kamu udah tahu soal perjodohanku sama
Yusuf ya?” Tanya Desy langsung saat mereka bertemu keesokan harinya.
“Iya
Desya maaf ya aku gak nginfo kamu lebih dulu, aku ngerasa gak punya hak buat
ikut campur untuk urusan itu.” Jawab Zaky tak enak hati, dan makin merasa tak
enak hati saat melihat Desy menangis.
“Please
jangan nangis Desya, maafin Aku ya karena udah ngerahasiain ini semua dari kamu.”
Ucap Zakaria tak enak hati memeluk Desy erat. Hati Zakariah juga hancur karena
kejadian ini.
Dia
tahu kalau Desy tidak menginginkan perjodohan ini namun dia tak bisa berbuat
apa-apa karena itu adalah tradisi turun temurun di keluarga besar Desy. Namun
ternyata Allah punya rencana lain lagi untuk Desy, Zakariah dan Yusuf.
Malam
itu saat keluarga hendak membicarakan lebih lanjut mengenai perjodohan Desy dan
Yusuf peristiwa tidak terduga terjadi. Yusuf jatuh pingsan saat mereka semua
tengah berkumpul dirumah Desy. Dari situlah mereka tahu kalau Yusuf mengidap
kangker darah stadium 4 dan umurnya tidak akan lama lagi.
“Sabar
ya Nak, semoga Allah kasih keajaiban buat kesembuhanmu.” Doa ibunda Yusuf
berusaha menahan tangis.
Saat
semua keluarga beranjak keluar kamar, yusuf menahan mereka, “Ayah, Ibu maafin
aku karena gak bisa meneruskan amanah kalian lagi. aku gak mau Desy jadi janda
saat aku pergi nanti” Ujar Yusuf sedih, membuat kedua orangtuanya terdiam tak
bisa menjawab.
“Zakariah
tolong gantikan posisiku buat jadi pendamping Desy ya, aku sayang sama dia tapi
aku tahu kamu bisa gantiin posisi aku dengan baik. karena aku yakin kalian
berdua sebenarnya saling membutuhkan satu dan yang lain.” Lanjut Yusuf
mulai menitikan air mata membuat suasana
haru makin memenuhi ruangan itu.
Benar
saja dua bulan sejak vonis dokter itu Yusuf dijemput Sang Ilahi. Desy bersedih
karena kejadian itu namun Desy juga tidak bisa memungkiri kalau kepergian Yusuf
itu menghadirkan rasa lega dihatinya karena tidak harus menikah dengan
laki-laki yang tidak dia cintai.
“Desya
maafin aku ya kalau buat kamu tetap ngalamin perjodohan yang gak kamu inginin.”
Ujar Zakariah sedih saat mereka semua hendak mempersiapkan pernikahan mereka.
“Kamu
itu ngomong apa sih Azza?” protes Desya memandang Zakariah yang menunduk. “Azza
kamu tahu gak kalau apa yang dibilang yusuf itu benar, aku butuh kamu Azza, aku
ngerasa ada yang kurang saat kamu gak ada disampingku.” Lanjut Desya tersenyum
membuat Zakariah mendongak memandang Desya penuh Tanya.
Senyum
merekah dibibir Zakariah saat mendapati semu merah dipipi Desy. Zakariah tidak
menduga kalau selama ini cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Perlahan dia
memeluk Desy pandangan mereka tertuju kelangit biru yang cerah.
“Terimakasih
Yusuf, semoga kamu tenang disana.” Ujar Zakariah tersenyum.
“Aamiin.”
Jawab Desy. Kecupan lembut mendarat dikening Desy menambah semu merah karena
malu dipipinya yang putih.
***
Nb : Karya yang aku tulis untuk Event lomba Cerpen dengan tema Belahan Jiwa yang diadain Ae Publishing dan Sastra Indonesia bulan Mei Kemarin. Walau gak masuk daftar pemenang tapi bersyukur masih dapat sertifikat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar